CERPEN


HARI HARU BIRU
Oleh : Awang Kurnia

Tak pernah aku merasa seperti ini sebelumnya,rasa yang membuatku merasa sedih,senang,gelisah,rindu,terharu,dll yang mana semuanya berkumpul pada diriku itulah yang aku rasakan sekarang,semua perasaan itu aku rasakan pada acara yg aku ikuti ini,aku tak pernah menyangka bahwasanya aku mampu bertahan sampai sejauh ini.kini aku telah duduk dikursi menunggu untuk dinisbatkan sebagai alumni,dengan mengikuti acara yang telah lama kutunggu yaitu haflatul ikhtitam untuk santri dan santriwati kelas 6 kmi.
Aku tak pernah menyangka setelah bersabar selama 6 tahun menjalani semua kegiatan di pondok ini,tanpa aku sadari bahwasanya sekarang aku akan menjadi alumni ke 23,sebuah kehormatan besar bagiku,untuk menjadi seorang alumni,kenapa tidak ? setelah bersabar dan berkorban selama 6 tahun,begitu banyak kenangan yang telah aku ciptakan begitu banyak pengalaman yang telah aku dapatkan.
Lantas semua kenangan tersebut tiba-tiba berkelebat dalam kepalaku,semua kenangan itu  berjalan bak film dalam pikiranku,yang mengingatkanku akan arti persahabatan,mengingatkanku tentang pentingnya kehati-hatian dalam kehidupan,mengingatkanku tentang segalanya,tentang rasa sakit,perih,senang,dan pondok. kini tibalah saatnya aku harus meninggalkan pondok yang penuh dengan memori indah dalam ingatanku.
Masih dapaku ingat,bagaimana pertama kali aku merasakan suasana menjadi santri,suasana ketika pertama kali aku dititipkan kepada ustad di pondok ini. masihku ingat bagaimana pertemuan awalku dengan teman baru yang berbeda daerah,semua berjalan begitu saja dalam pikiranku tentang kesan pertama yang aku dapatkan di pondok ini. kenangan yang mengajarkan ku bahwa bahwa pentingnya orangtua sebagai pembimbing kami,pentingnya bergaul dengan orang baru tanpa harus memilih dalam pertemanan.
Kenangan itupun berlanjut dimana aku tersenyum getir mengingatnya,bagaimana tidak? Tentang pertama kali mendapat hukuman karna tidur di masjid,hukuman yang kudapatkan dari bagian pengajaran.mengingatkan bagaimana sebuah tamparan keras di pipi, yang mengajarkanku arti betapa pentingnya menghargai waktu,betapa berharganya waktu,dan betapa meruginya jika kita menyia-nyiakannya.semua begitu indah,semua begitu tepat mengajarkanku agar tidak  meremehkan hal-hal kecil,hanya dengan sebuah pena aku mengerti bahwa pentingnya hal kecil yang bagi kita,dengan pena aku mengerti pentingnya kehati-hatian dalam hidup ini
Berlanjut kepada kenangan selanjutnya ketika aku harus memutuskan apakah aku melanjutkan pendidikan di luar atau hanya belajar dipondok ini.dengan emosi yang masih begitu labil aku di tuntut agar mampu berpikir dewasa,memikirkan bagaimana jalannya masa depanku dengan keputusan yang telah aku ambil.setelah sholat istikharah dan dukungan ayah dan ibu,aku memutuskan agar melanjutkan pendidikan di pondok meskipun dengan berat hati ditambah dengan teman-teman diluar sana yang menggodaku dengan kebebasan,tanpa ada aturan yang akan mengekang kita.tapi disinilah aku berpikir bahwasanya tak ada kesenangan abadi tersebut yang ada hanyalah kenangan semu belaka yang mana ketika aku memilihnya,hanya akan membuatku menyesal di kemudian hari.
Semuanya membuat aku tersenyum getir mengingatnya “ah betapa banyaknya pengalaman yang aku dapatkan”gumamku dalam hati,kenanganpun masih terus berlanjut masih ku ingat bagaimana goyahnya diriku ketika aku kehilangan sosok yang amat kurindukan,sosok yang selalu menyemangatiku,sosok yang membuatku terus bertahan di pondok.yap tepat sekali Ayah sosok yang sangat kudambakan kehadirannya sekarang di acara yang sangat penting ini.air mataku mengucur dengan deras mengingat kenangan ini betapa tidak,ketika semua santri dan santriwati didampingi oleh kedua orangtunya dengan lengkap sedangkan aku hanya didampingi seorang Ibu yang tegar.sosok yang begitu tegar, ketika kami ditinggalkan oleh ayah,air mataku terus mengucur dengan deras sembariku berucap dalam hati “yaa allah kuatkanlah hati hambamu ini untuk menerima cobaan darimu”.air mataku terus mengucur ketika mengingat semua kenangan tersebut,dengan lembut ibu mengusap kepalaku sembari berkata”ayo anak laki-laki itu harus kuat tak boleh cengeng sepeti ini”dengan senyum tulus beliau mengajarkanku agar tetap tegar dengan semua cobaan yang diterima.
Tanpa kusadari acara telah berlanjut kepada acara inti,acara yang sangat ditunggu-tunggu, sekaligus mendebarkan hati,membuat jantung berdetak lebih cepat,acara yang membuat tubuh panas dingin.apalagi kalo bukan acara penyebutan nilai yang telah di peroleh setelah melewati ujian KMI yang melelahkan,dan menguras tenaga. yang mana ujian tersebut diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 kmi selama 1 bulan lebih,dengan mata pelajaran KMI dari kelas 1 sampai kelas 6 KMI,dimulai dari ujian lisan sampai ujian tulisan dengan waktu lebih kurang satu bulan,satu persatu nama kami disebutkan beserta dengan nama orangtua kami.
Semuanya telah pondok ajarkan pada kami tentang kearifan kehidupan,tentang hikmah dan semua tentang hal lainnya,dimulai dari cara bangun tidur sampai tidur lagi.semua begitu indah untuk diingat bagaimana pondok mengajarkan kepada kami bahwa setelah dipimpin kita harus mampu memimpin,dengan semboyannya”siap dipimpin dan siap memimpin”semuanya begitu indah,sangat indah bahkan sangat merugi ketika dilupakan begitu saja. dengan segala hal yang telah pondok ajarkan pada kami,”oh pondokku,terimaksih pondokku”ucapku sembari menghapus air mata.
Tiba-tiba aku tersentak dari lamunan panjangku,bagaikan bangun dari tidur disebabkan mimpi buruk,itulah yang aku rasakan ketika bapak pimpinan menyebut namaku dengan lantang”Uziwa Urfaya anak dari,Bapak Alm Ahmad Asjadi ibu Asmifa Helmawanti,tempat tanggal lahir Jambi 09 september 2002,dengan jumlah nilai 3095,rata-rata nilai 95,5 dengan prediket perpect excellent serta memperoleh biaya siswa untuk belajar di oxford university.”
Tepuk tangan menggemuruh diseluruh ruangan ibuku tak mampu menyembunyikan keharuannya sampai beliau menangis tersedu-sedu ketika namaku disebutkan beserta dengan nilai yang aku raih,dengan mantap dan percaya diri aku menghapus sisa tangisan diwajahku.dengan senyum mengembang aku berjalan kepentas kecil untuk mengambil sertifikat nilai dan beasiswaku.
Semua terasa begitu menyenangkan tak terasa dulu aku hanya seorang anak bandel,yang sering membantah kata-kata orang tua dengan gemuruh meriah tepuk tangan penonton mengiringi keberhasilanku selama belajar dipondok.hingga akhirnya aku menyadari bahwa pentingnya keiklhasan,dan kesabaran untuk menggapai kesuksesan,dengan semua yang telah aku alami aku mengetahui bahwa setiap sesuatu itu itu mempunyai hikmah tersendiri.
Dengan senyum mengembang diwajahku,dan iringan tepuk tangan,aku menerima sertifikat,beasiswa,dan penghargaan dengan penuh kebahagian.

Komentar

Posting Komentar